Della Hermawan: Ajaib Aku Bisa Donor Darah Untuk Ayahku

Estimated read time 3 min read

Hai, kenalin nama aku Della. Aku mahasiswi jurusan Mass Communications di The London School of Public Relations Jakarta. Bicara soal donor darah, mungkin kita bisa mulai dengan bagaimana takutnya orang-orang terhadap jarum suntik sehingga mereka enggan untuk donor darah, padahal secara persyaratan mereka memenuhi.

Tapi aku, ditanya soal jarum suntik? Kecil! Dari kecil, aku emang nggak asing sama yang namanya dokter, obat, rumah sakit dan semacamnya. Bukannya aku punya penyakit berat, tapi dari kecil emang gampang sakit. Tapi beranjak dewasa aku jadi perempuan yang aktif, periang, dan ceria.

Kembali berbincang ihwal donor darah, aku ingin menceritakan donor pertamaku, 3 Agustus 2012. Waktu itu aku donorkan darahku untuk almarhum ayah yang tiba-tiba divonis leukemia di akhir usianya. Saat ayahku dirawat, bertepatan dengan bulan suci ramadhan di tahun 2012, aku bingung karena ayahku membutuhkan minimal 40 kantong darah (20 kantong darah Whole Blood & 20 kantong darah Apheresis).

Ternyata, cukup sulit untuk mencari pendonor di bulan puasa sampai aku sempat bolak-balik antara rumah sakit tempat ayahku dirawat di daerah Jakarta Timur, ke PMI DKI Jakarta kira-kira 2 minggu dan aku mencari donor darah sampai jam 3 pagi dan sempet sahur di kantornya PMI DKI Jakarta.

Kebetulan, dari anggota keluargaku, cuma aku yang punya golongan darah yang sama seperti ayahku, yaitu B. Para dokter yang merawat ayahku sempat menyuruhku untuk donor darah guna melengkapi kebutuhan 40 kantong darah tersebut.

Tapi saat itu aku tidak tahu bagamana rasanya donor darah, syaratnya apa aja, dan apa efek yang akan terjadi setelah donor. Aku buta sama sekali tentang donor darah. Aku juga pesimis dengan kondisi kesehatanku, karena dari kecil tekanan darahku selalu rendah sama seperti ayahku.

Tapi mungkin ini keajaiban di bulan Ramadhan, keajaiban juga untuk ayahku. Dengan mudahnya aku memenuhi syarat untuk melakukan donor darah. Petugas memperbolehkanku mendonorkan darah untuk ayahku sendiri. Deg-degan rasanya begitu diterima untuk donor darah.

Melihat pendonor lain sedang berbaring, nyaliku sempat menciut. Aku juga sempat mengintip, jarumnya lebih besar dibanding jarum suntik biasanya. Takut!

Namun, demi ayahku, aku rela melakukannya. Senangnya tidak bisa diucapkan dengan kata-kata begitu selesai melakukan donor darah. Rasanya kantong darahku ingin langsung aku bawa pulang untuk segara ditransfusikan kepada ayahku.

Hanya memang harus bersabar, supaya darahnya layak untuk didonorkan karena perlu pemeriksaan lebih lanjut apakah darahku layak didonorkan atau tidak.

Sekali melakukan donor darah, rasanya ingin jadi donatur yang rutin mendonorkan darah. Lalu, 3 bulan setelahnya aku kembali ke PMI DKI Jakarta. Tapi, kenapa aku ditolak? Oh ternyata tekanan darahku rendah. Okelah, mungkin aku lagi kelelahan.

Kemudian, 3 bulan setelahnya aku kembali lagi ke PMI DKI Jakarta, dengan kondisi fisik yang menurutku lebih fit. Lho, kok ditolak lagi? Ternyata test HB-ku dibawah normal, dokter menyarankan untuk banyak makan sayur. Baiklah, dokter, saya akan makan banyak sayur. Saya akan kembali lagi 3 bulan kedepan.

Lama-lama, boro-boro 3 bulan udah nggak donor, ini malah tahun ketiga darahku ditolak, baik karena alasan tensi darahku yang rendah, atau HB yang di bawah normal.

Sempat berpikir, mungkin memang almarhum ayahku sedang sangat membutuhkan darahku sehingga saat itu sangat dimudahkan. Tapi, apa iya cuma ayahku yang butuh, 1 Jakarta, 1 pulau Jawa, 1 Indonesia, bahkan 1 dunia mereka semua, aku yakin mereka butuh darahku.

Lalu bagaimana cara aku untuk membantu sesama kalo aku selalu ditolak untuk donor darah? Mungkin Allah SWT punya cara lain untuk aku membantu sesama, dengan bergabung bersama Blood4Life. Satu wadah dimana orang-orang mempunyai visi yang sama, mengadakan pertumpahan darah tanpa adanya perang saudara. Semua yang berawal baik, akan berakhir baik. Terimakasih Blood4LifeID.

You May Also Like